TRADISI BUDAYA "PINGITAN" MENURUT SUKU JAWA

     1.  ASAL-USUL “PINGITAN”
Tradisi pingitan yang berasal dari Ds. Maduran Kab. Lamongan ini sebagian masih dilakukan oleh beberapa masyarakat sampai sekarang. Pendidikan anak perempuan menurut adat-istiadat lebih terikat kepada lingkungan rumah. Semua kebebasan dan pendidikan yang dinikmati anak-anak gadis itu berakhir, begitu ia menginjak dewasa dan menjelang pernikahan.
Ukuran dewasa bagi gadis-gadis remaja yang hidup di daerah tropis atau daerah Lamongan ini sangat cepat, sekitar 10 sampai 12 tahun. Mulailah ia dipersiapkan untuk kehidupan berkeluarga dengan memasuki dunia pingitan. Pingitan adalah dunia wanita, dimana gadis-gadis kecil ini mulai belajar bekerja.
Bidang pekerjaannya adalah membantu ibu mereka mengasuh dan mengurus adik-adik mereka yang masih kecil, belajar memasak dan menjahit, serta kecakapan-kecakapan lain yang perlu dimiliki oleh seorang ibu rumah tangga. Rumah tangga adalah tiang masyarakat, dan masyarakat adalah tiang Negara, sebab itu setiap wanita harus menjadi ibu yang baik dan cakap dalam penanganan rumah tangga. Tradisi ini sudah ada pada zaman keraton atau zaman kerajaan yang dimana kerajaan itu terletak di Yogyakarta.
Pada zaman keraton Yogyakarta yang dipimpin Sri Sultan Hamengkubuwono yang pertama tradisi pingit pengantin ini sudah ada sejak zaman nenek moyang mereka dan tradisi ini merupakan tradisi Jawa asli yang dijadikan sebagai tradisi turun temurun. Pada zaman dahulu para pendatang dari Yogyakarta dan Solo datang ke Desa Maduran Kec. Maduran Kab. Lamongan dan membawa tradisi dan bahasa Jawa halus (krama inggil).
 Mereka tinggal berdampingan bersama masyarakat Desa Maduran dan kemudian mereka menikah dengan masyarakat Desa maduran tersebut. Dan disaat pernikahan tersebut semua adat dari Yogyakarta dan Solo diterapkan di acara pernikahan itu sehingga berbagai adat Jawa itu ada di Desa Maduran dan merupakan tradisi turun temurun yang wajib dilestarikan sampai sekarang selama itu tidak keluar dari ajaran islam. dan sebagaimana kata orang-orang pendahulu bahwa Wanita dalam pingitan menunjukkan kemuliaan dan kesucian.

2. KEUNIKAN DARI “PINGITAN”
Mitos yang berkembang di tradisi ini sangat unik. Mengapa mereka tidak boleh keluar rumah? Menurut mitos, alasannya karena mereka memiliki ‘darah manis’ (atau darah manisan). Katanya orang yang mau menikah itu rentan terhadap marabahaya. Menurut kepercayaan jawa kuno banyak sarap, sawan, dan sambekala (penyakit yang tidak kelihatan). atau hal yang mencemaskan dan berbagai halangan, sehingga pada sebagian masyarakat, ketika calon pengantin dipingit, juga dianjurkan minum “ jamu sawanan ” agar terhindar dari berbagai halangan, kecemasan, dan aneka penyakit.[8]
- [8]  K.H Muhammad Sholikhin, Ritual dan Treadisi Islam Jawa (Yogyakarta: Narasi, 2010), hal. 205)

3.      NILAI SEJARAH LOKAL YANG MELATARBELAKANGI “PINGITAN”
Pingitan diperlakukan untuk calon pengantin perempuan yang dilarang untuk bertemu calon pengantin laki-laki selama 1 bulan untuk jangka waktu yang paling lama, hal itu dilakukan guna untuk menjaga kesucian dari masing-masing kedua calon mempelai pengantin. Dan budaya pingitan termasuk budaya yang tidak menentang dalam agama Islam, dikarenakan dalam agama Islam menjaga kesucian sebelum sah menjadi suami istri adalah penting, hal tersebut dapat menghindari dari fitnah-fitnah jahat.
Selain itu, pingitan tidak diisi kegiatan berdiam diri saja akan tetapi dari pihak masing-masing calon pengantin dianjurkan berdoa dan memohon kepada Tuhan YME agar pernikahan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan berjalan dengan lancar. Calon pengantin perlu mempersiapkan mental yang nantinya akan menjadi istri atau suami pasangannya, menadi pribadi yang baik untuk pasanganya.

3.      CARA MELESTARIKANNYA

Di zaman modern sekarang, budaya pingitan sudah jarang dilaksanakan oleh calon-calon pengantin. Karena sebagian besar mereka menganggap budaya pingitan adalah budaya kuno, budaya orang tua zaman dahulu, yang sudah tidak patut dipraktkin pada kehidupan zaman sekarang. Padahal, jika mereka lebih mengetahui guna budaya Pingitan ini mereka juga akan masih menjalaninya sampai sekarang. Kurangnya pemahaman pada orang awam, yang membuat budaya ini semakin luntur. Seharusnya kita sebagai generasi penerus bangsa, wajib mempertahankan budaya ini agar Indonesia semakin dikenal dengan khas-khas yang tidak biasa jika disbanding dengan yang lain.

4.   DOKUMENTASI
Gambar pada saat pengantin perempuan meminta izin pada ayahnya untuk menemui sang pengantin laki-laki serta meminta restu. (Sumber: infopengantin.blogspot.com)


Komentar

  1. lol mau melestarikan pingitan. Wong Kartini aja benci sama tradisi itu.

    BalasHapus
  2. Budaya kita harus di lestarikan kalau tidak siapa lagi

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROPOSAL PELAKSANAAN FESTIVAL JAJANAN MASAKAN DAERAH

Kalimat Efektif

Joint Venture